Cerita dari Banjarmasin (1)
Udah lama saya gak cerita pengalaman
pribadi. Kayaknya lebih baik disimpen sendiri. Eh tapi kelupaan kalo
saya itu pelupa. Bisa-bisa cerita berharga ini hilang dari ingatan.
Ya sudah, akhirnya ditulis disini..
Dua tahun lalu, lewat Kongres IMAHAGI
ke XII saya berhasil menginjakkan kaki di Padang. Tahun 2013 lalu
saya menginjak Bali dan Lombok. Hidup sebagai mahasiswa Geografi
memang menyenangkan. Mau tidak mau harus keluar uang buat praktikum.
Jelajah nusantara walau Cuma beberapa persen saja. Padahal aslinya
saya bukan dari keluarga kaya. Orang tua Cuma pedagang dan Ibu Rumah
Tangga. Tapi jadi kebahagiaan buat saya bisa menginjakkan kaki ke
banyak tempat. Di tengah keadaan yang tidak begitu baik. Mungkin
terkesan lebay, saya yakin banyak mahasiswa UPI (khususnya) yang udah
singgah ke banyak tempat. Tapi kalo liat lagi ke bawah, tak banyak
orang yang punya kesempatan sebanyak mahasiswa Geografi untuk bisa
singgah di banyak tempat dan belajar disana.
Pada 24-27 April lalu, satu tempat lagi
berhasil disinggahi. Kota dengan sungai-sungai besar di Kalimantan
sana, Banjarmasin. Ibukota Kalimantan selatan ini disinggahi dalam
rangka Kongres IMAHAGI ke XIII. Bersama orang-orang hebat lainnya
sesama Geografi, kita kumpul bareng buat bikin geografi makin membumi
di Indonesia.
Saya berangkat dari uang kerja, uang
dari rektorat saya prioritaskan buat adik-adik saya yang bakal
menggantikan saya. Jadi saya tidak minta sepeser pun. Tapi kecewa gak
bisa berangkat bareng sama mereka. Siapa tau bisa ngobrol banyak soal
pengalaman masuk di IMAHAGI. Mereka berangkat lewat Kereta ke
Surabaya, baru terbang dari Bandara Adi Sucipto. Sementara saya
menuju Soekarno Hatta, Tangerang.
Karena persiapan yang kurang matang,
perjalanan hampir terganggu. Saya bangun jam 5 pagi di Metro (by pass
Soekarno Hatta, Bandung), sementara koper dan barang lainnya ada di
Gegerkalong. Sebelumnya saya sudah booking travel Cipaganti jam 5
pagi. Akhirnya batal, akhirnya saya booking X Trans dengan jam
keberangkatan 6.30. eh ternyata telat 5 menit, jadinya balik lagi
booking Cipaganti untuk keberangkatan jam 7. Akhirnya bisa berangkat
walaupun ketar ketir takut telat take off. Hari itu, sepanjang Jalan
Dr. Djunjunan macet, padat merayap. Hati makin gak menentu. Daripada
makin cemas, saya tidur sepanjang perjalanan. Badan kemudian tersadar
sekitar KM66, Karawang. Kemudian perjalanan lanjut hingga Jakarta.
Sampai di Jakarta jam 10 pagi dan kata supir aman buat nyampe
Bandara. Benar saja, jam 11 sudah sampai di Bandara dengan aman.
Sebagai rasa syukur, saya bersujud 2 rakaat. Menjelang take off jam
12.40, saya bersantai dulu di pintu keberangkatan C3. Saya bertanya
waktu Shalat Dzuhur ke petugas kebersihan, katanya Dzuhur jam 11.44.
oke, itu berarti 2 menit kemudian. Saya kemudian langsung ke toilet,
ketika mau mengambil air wudhu, panggilan berangkat dari pengeras
suara sudah terdengar. Waduuh.. bingung ini. Akhirnya saya take off
terlebih dulu dan berdoa semoga dilancarkan dengan penuh harap bisa
sujud 4 rakaat di Banjarmasin.
Akhirnya perjalanan dilancarkan, mulus
tanpa kurang satu hal. Penerbangan tepat waktu, di pesawat bahagia
karena bisa sejajar dengan awan untuk kedua kalinya (ini kampungannya
gak bisa ilang dari dalam diri. Haha..). sebagai saya syukur, saya
kemudian bersujud 4 rakaat di masjid Bandara Syamsudin Noor,
Banjarmasin. Yang mengenaskan dari situ adalah, sinyal Axis
menghilang tanpa jejak. Bikin saya bingung dan seperti hilang dari
dunia persilatan ( -_-). Saya bergegas cari provider yang bersahabat
dengan udara Banjarmasin. Provider Telkomsel jadi pilihan, harga
10.000 tapi pulsanya Cuma 3.000. yaudah lah, saya kabari orang tua
dulu deh, kemudian kabari orang-orang tercinta..
No comments:
ayo, komentari apa yang telah anda baca..! berkomentar berarti telah ikut melestarikan budaya ngeblog. jangan sia-siakan waktu anda dengan berdiam diri.. berkaryalah dan menginspirasi orang lain..!