Mengenali Dalam Diri
Petang hari kemarin (15/3) sepulang kerja saya beranjak dari
kantor menuju Kompleks Sukahaji Permai, Bandung. Dalam kondisi hujan dan
remang-remang, sesosok laki-laki menghampiri saya. Wajahnya garang sawo matang
dengan rambut pendek dan cincin akik di jarinya. Saya agak waspada karena sudah
3 kali menghadapi situasi kriminal macam pencopetan dan penjambretan di Bandung
dalam setahun terakhir ini. ia berbicara,
“Saya kesasar daritadi muter-muter. Mau ke Grand Tjokro. Tau gak jalannya..?”
saya agak menjaga jarak siapa tau di hipnotis atau di begal.
Namun untungnya keadaan jalan agak ramai mengingat ada persimpangan jalan
disitu. Saya pun menjawab,
“Oh, dari sini lurus ke arah sana (utara), naik angkot kalapa-ledeng. Nanti di Setiabudhi bawah, turun trus muter balik. Nanti naek angkota kalapa-ledeng lagi menuju Cihampelas. Soalnya ini kan satu jalur, kesana juga satu jalur” begitu jelasnya aku jawab.
Setelah beberapa percakapan dan hujan mendera makin deras,
maka saya pun ajak dia untuk naik angkutan umum yang sama. Kebetulan kami satu
arah. Rupanya ia hendak mencari kerja di Bandung menjadi security, ia
dikenalkan dengan makelar penyalur kerja dan sudah setor mahar 1 juta untuk
diterima kerja, namun ternyata ditipu. Dengan niat baik dan pertolongan saya,
ia pun semakin respect dan berlaku layaknya orang biasa. Tak seperti dugaan
awal saya yang mengira ia adalah pembegal.
Begitu mudahnya kita memberi penilaian pada orang ketika
bertemu, padahal mungkin saja pandangan kita salah. Maka itu lahirlah pepatah
yang mengatakan don’t judge book by its
cover. Benar sekali. Toh orang yang penampilannya rapi layaknya mahasiswa,
sempat saya pergoki mencopet dompet ibu-ibu di angkot. Beda lagi dengan
beberapa teman yang memang mukanya sangar, tapi baik hatinya. Lebih elok lagi
jika kita mau mengenali dalam diri kita, siapakah kita? Dan penilaian apa yang
kita dapatkan ketika orang lain melihat cover
kita? Apakah kita layak dicurigai seperti seorang kriminal? Apakah kita dinilai
sebagai playboy? Atau muka ngenes yang layak dikasihani? Sepertinya perlu kita
gali penilaian orang terhadap kita.
Ini juga terjadi pada saya. Setiap kali dikenalkan pada
forum baru, misalnya saja perkenalan dengan relawan baru di Earth Hour Bandung.
Saya sering dianggap sebagai orang yang kaku, tegas, jutek dan cuek. Padahal
ketika sudah kenal dekat, saya malah bisa menjadi orang yang sangat ramah,
pemerhati dan cukup menggemaskan (ini geli sih..).
Jadi mari kita pikirkan, apakah penilaian orang lain
terhadap kita itu baik..? dan apakah penting kita memikirkan penilaian orang?
Saya rasa cukup penting. Mengingat kita mahkluk sosial yang pada dasarnya ingin
diakui keberadaanya. Maka sebelum pengakuan, dibutuhkan penilaian. Dan
penilaian membutuhkan kedekatan. Mari kita mengenali dalam diri..
No comments:
ayo, komentari apa yang telah anda baca..! berkomentar berarti telah ikut melestarikan budaya ngeblog. jangan sia-siakan waktu anda dengan berdiam diri.. berkaryalah dan menginspirasi orang lain..!