OPBA
Gak nyangka, sekolah di SMA singkat banget. Aku baru aja ngerasain masa-masa penuh kebahagiaan bersama teman. Berkumpul dan bercanda, saling ledek dan ngegosip, jalan-jalan di setiap kesempatan, menemukan cinta, dan menemukan kesenangan-kesenangan lain. Masa dimana kata semua orang begitu indah dan puncak-puncaknya kesenangan.
Memang semuanya membuat kita hanyut, sampai kita lupa tujuan kita sekolah itu untuk lulus. Huh... kalo udah ngomongin lulus ato enggak, hati jadi gak tenang. Belum juga tahun baru, desas desus tentang ujian kian membuat kita buntu dan gak siap. Apalagi peraturan menteri pendidikan yang baru mengesahkan ujian akan dilaksanakan bulan maret. 1 bulan lebih cepat. Fiuh.........
Maka itu, sejak awal bulan November, gelaran OPBA sudah mulai menyita waktu-waktu bermain kami. OPBA mau tidak mau harus kita makan tiap hari. Selama 3 hari kita digeber untuk terus ngebut mengejar materi ujian nasional. OPBA yang arti sebenarnya masih simpang siur harus kita lalui. Dan itu sangat melelahkan. Bayangkan, kita belajar dari jam 7 pagi hingga 13.30 siang. Kita hanya diberi sedikit waktu untuk istirahat dan kemudian disuruh belajar kembali.
Setelah sekitar 2 minggu bergulir, tak ada kemajuan berarti yang diraih oleh kami (peserta OPBA). Justru pelaksanaan OPBA ini terkesan main-main. Ini terlihat dari animo siswa mengikuti OPBA, semangat guru dalam mengajar, dan lainnya. Sepertinya kita belum serius menghadapi ujian nasional..
Baru-baru ini dilaksanakan try out untuk mengukur kemampuan siswa setelah bergulat dalam OPBA, dan hasilnya bisa ditebak.. buruk.
Masih banyak yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan OPBA ini. Yang pertama adalah masalah waktu yang benar-benar menjepit kami. Kedua, siswa belum menyadari arti penting OPBA, dan yang ketiga, guru-guru seperti kehilangan semangat untuk mengajar di sore hari, sehingga berimbas pada semangat siswa. Banyak momen-momen OPBA yang akhirnya kosong karena tidak ada pengajar.
Huh... kecewa...
Tapi mudah-mudahan bisa lebih baik di hari-hari selanjutnya. Karena kita butuh ilmu. Bukan hanya untuk ujian nasional, tetapi untuk hidup kita...
Memang semuanya membuat kita hanyut, sampai kita lupa tujuan kita sekolah itu untuk lulus. Huh... kalo udah ngomongin lulus ato enggak, hati jadi gak tenang. Belum juga tahun baru, desas desus tentang ujian kian membuat kita buntu dan gak siap. Apalagi peraturan menteri pendidikan yang baru mengesahkan ujian akan dilaksanakan bulan maret. 1 bulan lebih cepat. Fiuh.........
Maka itu, sejak awal bulan November, gelaran OPBA sudah mulai menyita waktu-waktu bermain kami. OPBA mau tidak mau harus kita makan tiap hari. Selama 3 hari kita digeber untuk terus ngebut mengejar materi ujian nasional. OPBA yang arti sebenarnya masih simpang siur harus kita lalui. Dan itu sangat melelahkan. Bayangkan, kita belajar dari jam 7 pagi hingga 13.30 siang. Kita hanya diberi sedikit waktu untuk istirahat dan kemudian disuruh belajar kembali.
Setelah sekitar 2 minggu bergulir, tak ada kemajuan berarti yang diraih oleh kami (peserta OPBA). Justru pelaksanaan OPBA ini terkesan main-main. Ini terlihat dari animo siswa mengikuti OPBA, semangat guru dalam mengajar, dan lainnya. Sepertinya kita belum serius menghadapi ujian nasional..
Baru-baru ini dilaksanakan try out untuk mengukur kemampuan siswa setelah bergulat dalam OPBA, dan hasilnya bisa ditebak.. buruk.
Masih banyak yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan OPBA ini. Yang pertama adalah masalah waktu yang benar-benar menjepit kami. Kedua, siswa belum menyadari arti penting OPBA, dan yang ketiga, guru-guru seperti kehilangan semangat untuk mengajar di sore hari, sehingga berimbas pada semangat siswa. Banyak momen-momen OPBA yang akhirnya kosong karena tidak ada pengajar.
Huh... kecewa...
Tapi mudah-mudahan bisa lebih baik di hari-hari selanjutnya. Karena kita butuh ilmu. Bukan hanya untuk ujian nasional, tetapi untuk hidup kita...
salah satu kiamat makin dekat tuh... waktur terasa lebih cepat.
ReplyDeletewah, nakut-nakutin aja.........
ReplyDelete