Fanatisme


Sejak berkuliah di Bandung pada 2010, aku mulai banyak mengenal pergaulan kota ini. Melihat banyak fenomena dan gaya hidup yang berbeda dari kota tempat lahirku, Majalengka. Terlebih lagi aku berkuliah di Geografi yang belajar bagaimana pola keuangan dan interaksi manusia dengan lingkungannya. Salahsatu yang mulai kukenal adalah fanatisme pemudanya pada klub sepakbola.

Aku penggemar berat Juventus. Sejak sekolah dasar aku sudah punya jerseynya. Namun baru kali ini aku merasa begitu dekat dan merasa mempunyai teman se-ideologi dalam fanatismenya kepada klub sepakbola. Disini aku pertama kali iktu nonton bareng. Merasakan euforia kemenangan demi kemenangan, kebahagiaan melihat gol-gol yang tercipta, menikmati permainan, berkomentar dan ikut bersedih bila kekalahan mendera.

Dari sebuah acara nonton bareng, aku belajar sebuah nilai fanatisme. Bukan Cuma menonton sepakbola dan berhenti disitu, namun memaknai apa yang terjadi di luar lapangan dan konstelasi klub-klub dengan segala kekurangannya. Bayangkan saja, untuk dapat menikmati tontonan tim kesayangan, kita rela begadang semalaman untuk menunggu tim kita bertanding, karena televisi nasional tidak secara reguler menayangkan liga Italia. Maka kita rela datang jauh ke tempat nonton bareng, menunggangi motor membelah keheningan malam dan merasakan dinginnya Bandung demi untuk sekedar nonton. Tapi itulah yang kita kejar. Kepuasan hati menyaksikan pertandingan, apalagi dengan tim besar lain. Seakan tidak mau kalah dalam gengsi, kita lalu bercerita dan berceloteh tentang tim kesayangan kita yang lebih baik.

Setiap fans pasti punya kegilaannya masing-masing. Kita gila ketika melihat permainan tim kesayangan kita. Kita teriak-teriak di depan layar, menyanyikan chants berbahasa italia dan mengejek tim lawan. Padahal kita dipisahkan posisi geografis yang jauh. Mungkin kalau bukan karena teknologi, tim kesayangan kita tidak akan pernah tau keberadaan kita sebagai fans setia. Kita juga gila ketika tim kita diejek fans lain. Kita akan mati-matian mempertahankan dan membalas ejekan itu. Kadangkala sampai tegang menjurus ke keributan. Padahal kalau dipikir, mereka bisa saja teman sekampus kita, teman main dan mungkin rekan kerja. Namun karena berbeda identitas dalam jersey, maka terlihat batas yang tegas. Kita tentunya akan mengidentikkan diri dengan kelompok yang kita anut kan..? ketika melihat orang sama-sama berjersey Juventus, maka seakan-akan kita sebagai temannya, satu kelompok dan satu ideologi. Beda halnya ketika kita lihat orang dengan jersey lain. Maka kita langsung mencibir dalam hati. Meskipun itu teman kita.

Nonton bareng selain rawan kriminal (karena ditakutkan terjadi sesuatu dalam perjalanan), juga lumayan boros. Setiap nonton bareng, kita merogoh kocek 15 ribu rupiah. Namun banyak orang yang menunggu pertandungan dan tetap rela datang berbondong-bondong. Saya lihat setiap pertandingan, rata-rata 40 orang hadir memenuhi cafe. Jika pertandingan melibatkan lawan berat, jumlahnya meningkat hampir 2 kali. Apalagi jika kita menyelenggarakan nonton bareng dengan fans rival, bakal lebih tumpah ruah lagi. Bukan main.

Kenapa bisa seperti itu..? hebatnya sebuah pengaruh tim sepakbola nan jauh dari negeri Italia sana, dapat meluas sampai ke Asia Tenggara. Jawabannya ada dalam diri masing-masing. Ada banyak hal yang mendasari suatu orang mencintai sebuah tim. Yang jelas, fanatisme telah menjalar di setiap pemuda. Karena mereka tidak akan bisa lepas dari olahraga terlebih sepakbola. Setiap orang seperti mempunyai kewajiban untuk mempunyai 1 tim favorit dan pada akhirnya akan masuk pada dunia fanatisme.

Fanatisme dapat menjadi hal yang positif jika disalurkan dengan baik dan berada pada lingkungan yang positif. Seperti halnya yang dilakukan Juventus Club Indonesia (JCI) yang mempunyai chapter di hampir seluruh kota besar. Setiap chapter memiliki ranking secara nasional. Penentuan poin rankingnya dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan disitu. Poin terbesar adalah kegiatan sosial. Secara normatif, sebuah fans klub didorong untuk melakukan kegiatan sosial. Sangat baik bukan..? JCI juga rutin melakukan gathering. Baik tingkat regional maupun nasional. Tahun depan, Bandung akan menjadi tuan rumah gathering Juventus Club Indonesia.


Hal lainnya yang bisa kita lihat dari fanatisme ini adalah potensi ekonomi yang besar. Fans klub perlu identitas dan atribut untuk menunjukkan kecintaannya dan eksistensinya. Hal ini dimanfaatkan dengan menjamurnya penyedia jersey baik di toko maupun online shopping melalui media sosial. Belum lagi atribut lainnya seperti merchandise dan memorabilia klub yang dicari kolektor. Apalagi..? tentunya cafe-cafe akan meraup untung dan potensi untuk menaikkan pasar. Dengan nonton bareng, cafe bisa dikenal luas oleh member fans klub. Tempat itu juga akan dianggap sebagai tempat yang nyaman dan menyediakan ruang bagi konsumen anak muda. Apalagi..? fans klub sepakbola tentunya harus juga hobi berolahraga. Maka setiap basis fans akan melaksanakan latihan rutin untuk saling mendekatkan antar member. Kedekatan tidak hanya dijalin saat menonton pertandingan saja, namun dari kegiatan-kegiatan lain yang positif. 

No comments:

ayo, komentari apa yang telah anda baca..! berkomentar berarti telah ikut melestarikan budaya ngeblog. jangan sia-siakan waktu anda dengan berdiam diri.. berkaryalah dan menginspirasi orang lain..!

Powered by Blogger.